NAMA : CINDY ADELINA
NPM : 12514412
NPM : 12514412
KELAS : 3PA14
I.
EMPOWERMENT, STRES & KONFLIK:
A. PENGERTIAN EMPOWERMENT
Pemberdayaan karyawan adalah pemberian wewenang
kepada karyawan untuk merencanakan (planning), mengendalikan
(controlling)
dan membuat keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa harus
mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari manajer diatasnya (Hansen &
Mowen 2007). Spreitzer (1995) mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu proses
dimana individu mempunyai kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung untuk
mengendalikan dan mempengaruhi suatu kejadian yang memiliki efek langsung
terhadap kehidupannya. Gibson (1995) mendefinisikan pemberdayaan karyawan (individual
empowerment) sebagai pemberian kesempatan dan dorongan kepada para karyawan
untuk mendayagunakan bakat, ketrampilan-ketrampilan, sumberdaya-sumberdaya, dan
pengalaman-pengalaman mereka untuk menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu.
Menurut Carver (1993) dalam Suryana (2009), pemberdayaan merupakan suatu
proses pembentukan lingkungan dan struktur yang baik sehingga seseorang dapat
memberikan kontribusi secara penuh melalui keterampilan terbaiknya.
Pemberdayaan karyawan diidentifikasikan
dengan banyak karakteristik dalam berbagai literatur. Pemberdayaan sebagai
motivasi, komitmen dalam bekerja, inisiatif dan fokus dalam penyelesaian
pekerjaan (Block, 1987; Kizilos, 1990; Thomas & Velthouse, 1990) dalam Light
(2004) yang lain menambahkan bahwa pemberdayaan karyawan sebagai suatu aset
yang berharga bagi organisasi (Quinn & Spreitzer, 1997). Banyak juga
yang menyamakan pemberdayaan dengan pelibatan karyawan, seperti yang dikemukan
oleh Conger & Kanungo (1988)
B. PENGERTIAN STRES
Penderitaan jasmani atau mental atau
emosional yang diakibatkan interpretasi atas suatu peristiwa sebagai suatu
ancaman bagi agenda pribadi seorang individu.
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir, dari kondisi seseorang.
v SUMBER STRES
Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999:73)
stres kerja disebabkan:
a. Adanya
tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres,
akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan
kemampuan baik fisik maupun keahlian dan
waktu yang tersedia bagi karyawan.
b. Supervisor
yang kurang pandai. Scorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya
biasanya di hawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor.
Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan
membimbing dan memberi pengarahan atau
instruksi secara baik dan benar.
c.
Terbatasnya waktu
dalam mengerjakan
pekerjaan. Karyawan biasanya mempunyai kemampuan
normal menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan kepadanya.
Kemampuan bcrkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki.
Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu
yang lerbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas
sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.
d.
Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini berkaitan
dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering
memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai.
Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang
menyerahkan sepenuhnya pada atasan.
e.
Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu
mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang
diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab dari
pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang
diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
f.
Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan
atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang
digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
g.
Frustrasi. Dalam lingkungan
kerja, perasaan frustrasi
memang bisa disebabkan banyak faktor.
Faktor yang diduga berkaitan
dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan
tugas dan wewenang serta penilaian/evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang
diterima.
h. Perubahan
tipe pekerjaan, khususnya jika hal terscbul tidak umum. Situasi ini bisatimbul
akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang di lalui
atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun
lokasinya dan status jabatan
serta status perusahaannya
berada di bawah perusahaan pertama.
i.
Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran
intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya
yang tidak konsisten dan tidak sesuai; (b) konflik peran intrasender, konflik
peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan
di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan
pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang berada
pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu
alternative.
C. PENGERTIAN
KONFLIK
konflik adalah bertengkar, bersaing, atau berebutan. Bisa
juga berarti ketidaksepakatan. Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi
antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, dan
organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.
v JENIS-JENIS KONFLIK
pertama, konflik dilihat dari fungsi terbagi
dua yaitu:
konflik fungsional dan konflik
disfungsional.
konflik fungsional adalah konflik yang
mendukung pencapaian tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok.
konflik disfungsional adalah konflik yang
merintangi pencapaian tujuan kelompok.
kedua, konflik dilihat dari pihak yang
terlibat didalamnya.
a. konflik dalam diri individu: yang terjadi
jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan atau karena
tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
b. konflik antar individu: yang terjasi
karena perbedaan kepribadian anatara individu yang satu dengan individu yang
lain.
c. konflik antara individu dan kelompok:
yang terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok
tempatnya bekerja.
d. konflik antar kelompok dalam tim kerja
yang sama: yang terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang
berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
v PROSES-PROSES KONFLIK
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukan
kondisi statis. Konflik memiliki awal dan melalui banyak tahap sebelum
berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu
konflik seperti berikut ini.
A. Antecedent
Conditions / Latent Conflict
Merupakan kondisi yang berpotensi untuk
menyebabkan atau mengawali sebuah episode konflik
B. Perceived
Conflict
Kedua belah pihak harus menyadari bahwa
mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu agar konflik dapat
berlanjut.
C. Felt
Conflict
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan
karena itu jika orang merasakan adanya perselisihan disinilah mulia diragukan
kepercayaannya terhadap pihak lain.
D. Manifest
Conflict
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang
untuk bereaksi terhadap situasi tersebut.
E. Conflict
Resolution / Supression
Hasil suatu konflik dapat muncul dengan berbagai
cara, kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik
tersebut.
F. Conflict
Alternative
Ketika konflik terselesaikan, tetap ada
perasaan yang tertinggal ada perasaan lega dan perasaan ketidak puasan.
D. CONTOH KASUS:
Dalam sebuah kelompok belajar yang terdiri
dari 7 orang terjadi konflik saat pembagian tugas yang dirasa tidak adil karena
satu orang tidak hadir dan tidak dapat tugas sehingga orang lain yang
mengerjakannya. cara dan strategi mengatasinya adalah
1.
Kompromi atau negoisasi. Masingmasing memberikan dan menawarkan sesuatu pada
saat yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan
semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
2.
Memecahkan masalah atau kolaborasi dapat dilakukan melalui pemecahan sama-sama
menang dimana anggota tim mempunyai tujuan kerja yang sama atau perlu
menyatukan komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan
saling memperhatikan satu sama lainnya
II.
KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN
A. PENGERTIAN
KOMUNIKASI
Koontz, et. A. (1990) mendefinsikan bahwa
komunikasi sebagai penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima orang
dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami kedua belah pihak.
Dengan kata lain, komunikasi adalah yang dilakukan antar individu dalam
masyarakat dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami untuk mencapai tujuan
tertentu.
B. PROSES
KOMUNIKASI
1. ide
2. pengkodean ide
3. penyampaian pesan
melalui media komunikasi
4. penerima pesan
5. penafsiran pesan
6. umpan balik
C. HAMBATAN
KOMUNIKASI
1. Hambatan fisik
Hambatan fisik menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan fisik atau badan
seseorang, misalnya tuna rungu atau orang yang tidak bisa mendengar. Di sisi
lain, hambatan fisik seperti saya harus berbicara keras dengan nenek saya karena
fungsi pendengarannya yang sudah berkurang. Pesan saya kepada nenek pun
terkadang tidak sesuai.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terhadap nenek saya ini atau orang
yang memiliki fungsi pendengaran yang kurang maka saya akan berbicara dengan
ekspresi muka yang jelas dan suara lantang sehingga bisa “terbaca”. Atau,
informasi dituliskan sehingga nenek langsung paham maksudnya.
Hambatan komunikasi juga bisa saja terjadi apabila salah satu pihak
memerlukan bahasa isyarat seperti pada orang tuna wicara.
2. Hambatan kepribadian
Saya punya rekan kerja seorang pria yang sangat pemalu. Ia hanya
berbicara seperlunya. Ia tidak punya sahabat dekat, saya pun dihitungnya
sahabat baiknya. Ia mengatakan sudah beberapa kali mengikuti training “public
speaking”. Ia berujar bahwa sulit baginya untuk memiliki topik pembicaraan
dengan lawan jenis. Sifatnya yang minder dan pemalu akhirnya menjadi
hambatannya saat kencan dengan wanita meski menurut saya, sahabat saya ini
adalah pria rupawan.
Selain sifat pribadi di atas, orang-orang introvert juga cenderung
mengalami kesulitan untuk membangun percakapan pertama kali.
Kepribadian seperti sanguinis tentu jarang mengalami hambatan
berkomunikasi. Mereka biasanya selalu punya topik pembicaraan dalam benak
mereka dan memiliki pribadi yang menarik komunikatif.
3. Hambatan usia
Tentu tahu bahwa usia kadang menjadi hambatan saat kita berkomunikasi.
Misalnya, anak takut menyampaikan sesuatu kepada orangtuanya. Atau, saat orang
tua bicara anak harus diam mendengarkan, akibatnya komunikasi hanya terjadi
satu arah saja.
Yang paling terkini misalnya, bagaimana anak remaja sekarang (:baca
Alay) menggunakan kalimat-kalimat slank yang sulit dipahami oleh orang yang
lebih tua. Kesenjangan usia memang harus dijembatani dengan baik sehingga pesan
yang disampaikan tercapai.
Di sekolah, kerap saya menemukan ada upaya mediasi antara orangtua
dengan anak melalui guru BP atau guru wali kelas agar tidak terjadi hambatan
komunikasi antara orangtua siswa dengan siswa.
4. Hambatan budaya
Hambatan budaya dapat terlihat seperti yang pernah saya jumpai seorang perempuan
saat saya transit di Bandara Dubai. Ia membutuhkan informasi tapi saya tidak
bisa membalasnya (saat itu saya berbicara bahasa inggris) karena saya tidak
mendengar dengan jelas. Saya tidak bisa melihat ekspresi mukanya saat berbicara
karena dalam budayanya Ia harus mengenakan penutup mulut. Ia adalah perempuan
dari negara belahan Timur Tengah yang memang harus mengenakan busana demikian.
Atau misalnya, di Thailand untuk mengucapkan kalimat “terimakasih” akan
berbeda bila disampaikan perempuan menjadi “Kopunka” sedangkan apabila
laki-laki menjadi “Kopunkap”.
Untuk budaya tertentu misalnya perempuan dalam berkomunikasi mendapat
porsi nomor dua setelah ayah, suami dan kakak laki-laki.
5. Hambatan bahasa
Bahasa kerap menjadi hambatan bila kita berada di negara yang tidak sama
bahasa ibu yang miliki. Dalam tulisan sebelumnya, saya bercerita bagaimana saya
berupaya membantu teman kelas kursus bahasa jerman yang berasal dari negara
Slovenia. Saya pun menggunakan google translate saat saya menyampaikan tugas
pekerjaan rumah yang kemudian saya kirim lewat email. Meski tidak seratus
persen terjemahan itu benar tapi ia cukup mengerti pesan yang saya sampaikan.
Lain lagi saat saya kedatangan teman dari RRC yang hanya bisa bahasa ibu
dan kami bersahabat untuk bertukar informasi satu sama lain. Saya tidak bisa
bahasa mandarin. Dia tidak bisa bahasa Inggris dan sedikit mengerti bahasa
Indonesia. Saya terkesan sekali saat kami merayakan hari ulang tahun bersama,
saling mentraktir dan berkomunikasi dengan berbagai macam cara seperti menulis,
gerakan tangan, menggambar, ekspresi muka hingga menggunakan alat peraga.
Intinya adalah kita harus saling mendengarkan satu sama lain agar komunikasi
terkesan “nyambung”.
Beberapa kali saya kesasar di negara orang pun, bekal saya dalam
berkomunikasi dengan bahasa sebagai hambatan yakni membawa kamus, alat tulis,
kertas, kalkukator dan alamat kita tinggal.
6. Hambatan kecakapan teknologi
Dalam suatu pertemuan mediasi komunikasi orangtua dan anak di suatu
sekolah, saya menampilkan slide show tentang sms seorang ABG remaja kepada
kekasihnya dengan menggunakan kalimat atau kata-kata slank atau bahasa Alay.
Bahasa Alay menggunakan huruf besar dan huruf kecil dalam satu kata juga
cenderung tidak lengkap sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Apa yang
terjadi? Orangtua tidak bisa menangkap pesan SMS tersebut.
Kecakapan teknologi lainnya seperti penggunaan fitur-fitur handphone
pintar yang tidak semua orang bisa menggunakannya.
Saya pernah mengalami hambatan komunikasi saat tawar menawar membeli
sovenir. Jurus komunikasi saya cuma satu dalam tawar menawar, yakni bawa
kalkulator. Saat sedang tawar menawar kalkulator di HP saya habis baterai.
Atau, mau menggunakan google translate tetapi baterai HP mati.
7. Hambatan lingkungan alam dan kondisi sekitar.
Hal ini bisa mudah ditemui semisal kita menjadi salah menangkap maksud
komunikasi karena suara yang bising atau polusi suara.
Lingkungan alam lain misalnya letak atau jarak pengirim pesan dengan
penerima pesan yang berjauhan menyebabkan informasi tidak diterima dengan
jelas.
Kita juga misalnya akan berbicara dengan pelan saat malam hari, waktu
tidur. Atau waktu tidur siang di beberapa negara Eropa, orang sekitar
diharapkan tidak menimbulkan kegaduhan suara. Sehingga kita cenderung berbisik
atau bersuara pelan jika berbicara.
D. PENGERTIAN
KOMUNIKASI INTERPERSONAL EFEKTIF DALAM ORGANISASI
Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum
yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap
mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan
(equality).( Devito, 1997, p.259-264 )
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang
harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin
menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak
kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang
menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita
ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk
daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan.
Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan
terhadap orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan
Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan
pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab
atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan
yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).
2. Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang
untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu,
dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.”
Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut
bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang
mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan
cara yang sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain,
perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa
mendatang.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non
verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan
memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah
dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi komtak mata,
postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau
belaian yang sepantasnya.
3. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan
berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap
mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan
strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
4. Sikap positif (positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal
dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu
pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri
mereka sendiri.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat
penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan
daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang
mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis
daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam
segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan
lebih efektif bila suasananya setara. Artinya,, harus ada pengakuan secara
diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa
masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam
suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,
ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk
memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan
pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja
semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita
menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita
untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
E. MODEL PENGOLAHAN
INFORMASI DALAM KOMUNIKASI
Model Pengolahan Informasi Komunikasi
Model Pengolahan Informasi pada dasarnya menitikberatkan
dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) manusia untuk memahami
dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah
dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk
mengungkapkannya
Model pengolahan informasi dibawah ini ada 4 yaitu:
1. Rational
Proses informasi adalah proses menerima, menyimpan dan mengungkap
kembali informasi. Dalam proses pembelajaran, proses menerima informasi terjadi
pada saat siswa menerima pelajaran. Proses menyimpan informasi terjadi pada
saat siswa harus menghafal, memahami, dan mencerna pelajaran. Sedangkan proses
mengungkap kembali informasi terjadi pada saat siswa menempuh ujian atau pada
saat siswa harus menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu perlu dikemukakan
bahwa informasi masuk ke dalam kesadaran manusia melalui pancaindera, yaitu
indera pendengaran, penglihaan, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Informasi
masuk ke kesadaran manusia paling banyak melalui indera pendengaran dan
penglihatan. Berdasarkan alas an tersebut , maka media yang banyak digunakan
adalah media audio, media visual, dan media audiovisual (gabungan media audio
dan visual). Belakangan berkembang konsep multimedia, yaitu penggunaan secara
serentak lebih daripada satu media dalam proses komunikasi, informasi dan
pembelajaran. Konsep multimedia diasarkan atas pertimbangan bahwa penggunaan
lebih dari pada satu media yang menyentuh banyak indera akan membuat proses
komunikasi termasuk proses pembelajaran lebih efektif.
Dalam proses komunikasi atau proses informasi (dan juga proses
pembelajaran) sering dijumpai masalah atau kesulitan. Beberapa masalah dalam
proses komunikasi, misalnya:
Ditinjau dari pihak siswa: Kesulitan bahasa, sukar menghafal, terjadi
distorsi atau ketidakjelasan, gangguan pancaindera, sulit mengungkap kembali,
sulit menerima pelajaran, tidak tertarik terhadap materi yang dipelajari, dsb.
Di tinjau dari pendidik, misalnya pendidik tidak mahir mengemas dan menyajikan
materi pelajaran, faktor kelelahan, ketidak ajegan, dsb. Ditinjau dari pesan
atau materi yang disampaiakan, misalnya: materi berada jauh dari tempat siswa,
materi terlau kecil, abstrak, terlalu besar, berbahaya kalau disentuh.
2. Limited capacity
3. Expert
4. Cybernetic
C. Model interaktif manajemen dalam komunikasi
1. Confidence
Dalam manajemen timbulnya suatu interaksi karena adanya rasa nyaman.
Kenyamanan tersebut dapat membuat suatu organisasi bertahan lama dan
menimbulkan suatu kepercayaan dan pengertian.
2. Immediacy
Ini adalah model organisasi yang membuat suatu organisasi tersebut
menjadi segar dan tidak membosankan
3. Interaction management
Adanya berbagai interaksi dalam manajemen seperti mendengarkan dan juga
menjelaskan kepada berbagai pihak yang bersangkutan
4. Expressiveness
Mengembangkan suatu komitmen dalam suatu organisasi dengan berbagai
macam ekspresi perilaku.
5. Other-orientation
F. MODEL
INTERAKTIF MANAJEMEN DALAM KOMUNIKASI
Model Interaktif Manajemen
1. Confidence
Dalam manajemen timbulnya suatu interaksi karena adanya rasa nyaman.
Kenyamanan tersebut dapat membuat suatu organisasi bertahan lama dan
menimbulkan suatu kepercayaan dan pengertian.
2. Immediacy
Ini adalah model organisasi yang membuat suatu organisasi tersebut
menjadi segar dan tidak membosankan
3. Interaction management
Adanya berbagai interaksi dalam manajemen seperti mendengarkan dan juga
menjelaskan kepada berbagai pihak yang bersangkutan
4. Expressiveness
Mengembangkan suatu komitmen dalam suatu organisasi dengan berbagai
macam ekspresi perilaku.
5. Other-orientation
Pace, R. Wayne & Faules, Don F.(2001). Komunikasi organisasi :
strategi meningkatkan kinerja perusahaan. Terjemahan oleh Deddy Mulyana.
Bandung : Remaja rosda karya
Munic. (2008). Kurikulum berbasis
teknologi informasi dan komunikasi Bandung : Alfabeta
Arifin, Anwar. (1998) Ilmu Komunikasi.
Jakarta Raja Grafindo Persuda.
Effendi, Onong Uchana .(1993). Ilmu, teori dan
filsafat komunikasi Bandung : citra Aditya Bakti
Dr. Badrudin, M. Ag. (2013). Dasar-dasar manajemen
Bandung : Alfabeta
Prof. Dr. Wilson Bangun, S.E., M,Si. (2012) manajemen sumber daya
manusia : Erlangga


Tidak ada komentar:
Posting Komentar